"Tisu,Tisu. Mbak mau beli tisunya mbak?," ujar Faril, bocah 7 tahun menjajakan tisu di lampu merah Bulungan, Jakarta Selatan.
Siang itu, Sabtu 26 Maret 2016, Faril bersama 3 bocah
lainnya lincah menyusuri mobil dan motor di perempatan lampu merah,
samping kolam renang Bulungan. Jangankan takut panas hujan, terserempet
kendaraan pun dia tak takut. Faril mengaku berjualan ditemani ibunya.
"Dengan ibu, itu ibu yang duduk di trotoar,"ucap bocah itu sambil menunjuk trotoar di seberang jalan.
Duduk berempat di trotoar, tampak 4 perempuan paru baya
asyik mengobrol. Dengan tikar seadanya, kacang dan kartu menjadi
penyempurna kegiatan "mandor" mereka siang itu.
"Ibu Faril lah, bukan tetangga,"ujar Faril malu-malu, saat ditanya apakah benar salah satu ibunya berada di trotoar itu.
Ya, Faril adalah contoh pengemis modus baru.
Sebab, cacat dan memelas akan mudah diciduk aparat Dinsos maupun
polisi. Maka, berjualan tisu adalah alternatif pengemis kekinian,
eksploitasi anak untuk berjualan.
"Gak bolos (sekolah), ini libur,"ucap Faril meyakinkan.
Faril, anak penjual tisu tisu di Bulungan, Jakarta Selatan (Delvira Chaerani
Waris (47) juru parkir Sevel Bulungan bercerita, tiap pagi
dan malam dia menjadi saksi mata bagaimana rombongan pengemis datang
dari arah terminal Blok M. Kemudian, mereka menyebar, sebelum kembali
berpusat di samping kolam renang Bulungan.
Menurut Waris, semua anak yang datang selalu didampingi
ibunya. "Sekarang jarang yang ngemis, biasanya jualan tisu atau
makanan,"ujar Waris.
Para ibu tersebut, lanjut Waris, akan membagikan tisu dan
menunggu anak-anaknya tak jauh dari lampu merah. Tiap hari, shift
pertama akan datang pada pukul 9 pagi kemudian shift pengemis kedua akan
datang sekitar pukul 7 malam.
"Kalau datang biasanya kumpul di sini dulu (depan Blok M
Plaza) setelah itu baru nyebar ke lampu merah, ibunya jagain kadang
sambil main judi,"ujar Waris
Faril mengaku datang dari Cikarang. Kenapa jual tisu?
Dengan enteng Faril menjawab untuk jajan. "Untuk jajan, disuruh ibu
juga,"ujar dia sambil menutup mulut dengan kedua tangannya, menutupi
giginya yang ompong.
Selain Faril, ada juga Sari (6) yang berjualan tisu. Wajah
Sari yang lebih memelas membuat tisunya lebih laris daripada Faril.
Harga 2 tisu dijual Rp.10 ribu, 2 kali lipat harga di toko.
"Rumah di Cikarang, kenal juga sama Faril. Sehari bisa jual 20 tisu,"tutur Sari
Salah satu pengendara motor, nampak memborong Tisu Sari.
"Kasian, anak kecil panas-panasan. Lagian juga butuh tisu,"ujar
pengendara itu saat ditanya alasan membeli tisu Sari
Selain berasal dari kampung yang sama, Faril dan Sari
memiliki kesamaan yang lain. Mereka enggan di foto. "Jangan, gak mau
difoto. Nanti aku aduin ibu,"ujar Sari, kemudian berlari menghampiri
ibunya.
Spontan, ibu Faril memanggil bocah itu. Mereka pun tergesa
menggulung tikar. "Jangan mau difoto, sini,"ujar seorang ibu meneriaki
Faril.
Orang tua anak penjual tisu menunggu anaknya dari kejauhan.
Keberadaan pengemis di kawasan Blok M dan Bulungan ini
sangat disayangkan. Sebab, Jumat 25 Maret 2016, Polres Metro Jakarta
Selatan baru saja menangkap pelaku eksploitasi anak. Modusnya beragam,
dari memberi obat tidur hingga menyewa anak orang lain.
Kabag Humas Polres Jaksel, AKP Purwanta mengatakan modus penjual tisu sama dengan pengemis dan merupakan salah satu bentuk eksploitasi anak.
Dia mengklaim, pihaknya sudah rutin melakukan penertiban dan pendataan pengemis anak berbalut tisu itu.
"Memang dilematis. Di satu sisi mereka cari uang, di sisi lain mereka
melanggar aturan, apalagi ada pembiaran dari orangtua,"ujar Purwanta.